Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Dakwah Terang-Terangan dan Kisah Abu Lahab
Jumat, 20 Juli 2018

 

Bagaimana dakwah nabi terang-terangan? Ada juga kisah Abu Lahab yang perlu dipelajari.

 

Perintah Dakwah Jahriyyah (Terang-Terangan)

 

Menurut keterangan Ibnu Hisyam, kemudian secara berturut-turut manusia, wanita, dan lelaki memeluk Islam sehingga berita Islam telah tersiar di Makkah dan menjadi bahan pembicaraan orang. Allah lalu memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak orang kepadanya secara terang-terangan setelah selama tiga tahun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan dakwah secara tersembunyi. Allah kemudian berfirman kepadanya,

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214-215)

وَقُلْ إِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْمُبِينُ

Dan katakanlah: “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Al-Hijr: 89)

Pada waktu itu pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera melaksanakan perintah Allah kemudian menyambut firman Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang musyrik”, dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil, “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adi,” sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?” Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta,.” Kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.” Abu Lahab kemudian memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.” Selanjutnya, turunlah firman Allah dalam surat Al-Lahab. (HR. Bukhari, no. 4972 dan Muslim, no. 208)

 

Kisah Abu Lahab dalam Surat Al-Lahab

 

Surat Al-Lahab (nama lainnya: surat Al-Masad) mengisahkan paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang betul-betul memusuhi beliau yaitu Abu Lahab. Nama asli paman beliau adalah Abdul ‘Uzza bin ‘Abdil Muthallib. Nama kunyahnya adalah Abu ‘Utaibah. Namun beliau lebih dikenal dengan Abu Lahab, karena wajahnya yang memerah (makna lahab: api yang bergejolak). Beliau lah yang paling banyak menentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga Allah Ta’ala membicarakan Abu Lahab dalam satu surat.

Allah Ta’ala berfirman,

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.  Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)

Pelajaran dari Surat Al-Lahab

 

  1. Allah telah menetapkan akan kebinasaan Abu Lahab dan membatalkan tipu daya yang ia perbuat pada Rasulnya.
  2. Hubungan kekeluargaan dapat bermanfaat jika dibangun di atas keimanan. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Lahab punya kedekatan dalam kekerabatan, namun hal itu tidak bermanfaat bagi Abu Lahab karena ia tidak beriman.
  3. Tidak bermanfaatnya harta dan keturunan bagi orang yang tidak beriman, namun sebenarnya harta dan keturunan dapat membawa manfaat jika seseorang itu beriman.
  4. Api neraka itu bergejolak.
  5. Mendengar berita neraka dan siksaan di dalamnya seharusnya membuat seseorang takut kepada Allah dan takut mendurhakai-Nya sehingga ia pun takut akan maksiat.
  6. Bahaya saling tolong menolong dalam kejelekan sebagaimana dapat dilihat dari kisah Ummu Jamil yang membantu suaminya untuk menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  7. Akibat dosa namimah, yaitu menyulut api permusuhan sehingga diancam akan disiksa dengan dikalungkan tali sabut dari api neraka.
  8. Siksaan pedih akibat menyakiti seorang Nabi.
  9. Terlarang menyakiti seorang mukmin secara mutlak.
  10. Setiap Nabi dan orang yang mengajak pada kebaikan pasti akan mendapat cobaan dari orang yang tidak suka pada dakwahnya. Inilah sunnatullah yang mesti dijalani dan butuh kesabaran.
  11. Akibat jelek karena infak dalam kejelekan dan permusuhan.
  12. Benarnya nubuwwah (kenabian) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  13. Ummu Jamil dan Abu Lahab mati dalam keadaan kafir secara lahir dan batin, mereka akan kekal dalam neraka.
  14. Tidak boleh memakai nama dengan bentuk penghambaan kepada selain Allah, karena Abu Lahab disebut dalam ayat ini tidak menggunakan nama aslinya yaitu Abdul Uzza (hamba Uzza). Padahal Al-Qur’an biasa jika menyebut nama orang akan disebut nama aslinya. Maka ini menunjukkan terlarangnya model nama semacam ini karena mengandung penghambaan kepada selain Allah. (Ahkam Al-Qur’an, Al-Jashshosh, 9:175)
  15. Nama asli (seperti Muhammad) itu lebih mulia daripada nama kunyah (nama dengan Abu … dan Ummu …). Alasannya karena dalam ayat ini demi menghinakan Abu Lahab, ia tidak disebut dengan nama aslinya namun dengan nama kunyahnya. Sedangkan para Nabi dalam Al-Quran selalu disebut dengan nama aslinya (seperti Muhammad) dan tidak pernah mereka dipanggil dengan nama kunyahnya. (Ahkam Al-Qur’an, Ibnul ‘Arabi, 8:145)
  16. Kedudukan mulia yang dimiliki Abu Lahab dan istrinya tidak bermanfaat di akhirat. Ini berarti kedudukan mulia tidak bermanfaat bagi seseorang di akhirat kelak kecuali jika ia memiliki keimanan yang benar.
  17. Imam Asy-Syafi’i menyebutkan bahwa pernikahan sesama orang musyrik itu sah, karena dalam ayat ini Ummu Jamil dipanggil dengan “imro-ah” (artinya: istrinya). Berarti pernikahan antara Ummu Jamil dan Abu Lahab yang sama-sama musyrik itu sah.

Semoga jadi renungan berharga. Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:

  1. Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah. Cetekan kesebelas, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi. Penerbit Darus Salam.
  2. Tulisan Rumaysho.Com: https://rumaysho.com/970-faedah-surat-al-lahab-celakalah-abu-lahab.html

Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 7 Dzulqa’dah 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/18145-faedah-sirah-nabi-dakwah-terang-terangan-dan-kisah-abu-lahab.html